Monday, July 30, 2007

Secangkir Kopi Untuk Sahabat

Mari kita istirah sejenak
pandangi kembali jejak yang telah kita pahat
membaca lagi riwayat yang pernah kita buat
membalut luka yang sempat menggurat

Hidup memang sulit kawan
t'lah kita sadari itu jauh sebelum kita bertemu
namun sejarah harus tetap ditulisi
karena dengan itulah kita ada
walau tapak kaki masih penuh darah

Mari kita tegakkan kepala
menatap jalan di depan kita
kita tak tahu di ujung sana
apakah jurang curam
ataukah mutiara manikam
sampai kita mulaikan langkah kita

Esok masih ada kawan
mentari pun akan selalu tersenyum
pada setiap diri yang berjuang
: Kau tidak akan pernah melangkah sendirian

(Jogja, Maret 2001)

Monday, May 21, 2007

Kisah Seorang Penjaja Malam

Malam ini
di dentang jam sembilan kali
kan datang seorang kekasih, menari
di atas hati yang sedang mati
itulah janji transaksi
di emperan mal kota, siang tadi

saat bulan mengendap ia bersiap
bedak gincu pensil alis
berebut saling pasang aksi
dan parfum murah di ketiak kanan kiri
seraya berucap lirih
semoga esok kubisa beli susu
buat si kecil merintih letih

malam ini
di dentang jam dua belas kali
kekasih tak kunjung menari
di atas hati yang telah mati
sebatang harap tlah mengabu kini

(Karawang, Nopember 2006)

Friday, May 11, 2007

Di Emperan Masjid Rumah Sakit

Seorang bapak tua letih layu
tertunduk kelu
sesekali ia tergugu
membaca nasib yang ngilu

Lembut suara dokter
tadi usai dzuhur
terdengar gelegar
di siang yang membakar

"Anak Bapak harus dioperasi
kalau tidak ia 'kan mati
karena ususnya tak lagi berfungsi"

(Karawang, Nopember 2006)

Monday, April 30, 2007

Senja Terakhir

Kemanakah labirin ini menyapa matahari
jika syahdu enggan merangkul ego
: tanyamu pada pelangi senja, kemarin
perih tlah mengunyahngunyah logika
mencuatkan kolase yang harubiru

tak ada lagi karang yang biasa kau lukis di dadaku
hanya tersisa repihan gelas kopi
seekor belalang tua menggembalakan asa
sepasang sayapnya mengkilat dilaminating senja
tapi jemari kita tak lagi berkelindan

gerimis senja menawari kita
secangkir kopi sisa kemarin
ampasnya tlah beku
dalam sketsa yang tak harmoni

Aku menggigil merapal mantra suci
yang slalu diucapkan benangsari pada putik
dalam kebisuan yang naif

Kemarin itu senja terakhir kita

(Karawang, Nopember 2006)

Friday, January 12, 2007

Seekor Kupukupu Bersayap Pelangi

I
Sulur waktu mengabarkan pada
sampan agar berangkat lebih dulu

"Sampaikan salamku pada
camar tua dan mercusuar
aku masih menanti di sini
seekor kupukupu bersayap pelangi
kan tiba
sebelum kau mengedip mata."

II
Lalu menjejak di permadani surga
seekor kupukupu bersayap pelangi
setangkai melati di tangan kiri
yang dipetik Fatimah Azzahra
dari mataair surga
di kanannya perempuan suci
berhati jibril
melambai pada tujuh lapis langit
para malaikat sujud menyambut

III
Seekor kupukupu bersayap pelangi
setangkai melati di tangan kiri
perempuan berhati jibril di tangan kanan
menapak kaki di bumi
Khidir menyambutnya adzan
Musa merangkulnya iqamat
matahari mengeramas rambutnya
bulan melulur wajahnya
angin mendongengkan kisah Maryam
sepasang capung birutua, malumalu
menyematkan embun yang dipahatnya tadi pagi

Sulur waktu bersunmgkur khusyu'
padaMu

(Karawang, Nopember 2006)

Melati Ini Untukmu, Bungsu

Kutitipkan pada gemeretak ranting
di atas sajadah kita
senja slalu menyebut kisahmu
ketika mengantar anak ayam pulang kandang
sedang ranjang kita masih saja sunyi
karena kata tlah berkhidmat pada puisi
: aku tak siap membisik namamu

Kubaca daun-daun berserakan
menyapih angin dalam hempasan waktu
di lorong sempit menuju rumah kita
tapi mentari tak pernah menangisi kemarau
meski sawah kita mendera punggung bulbul
musim tak lagi mengajak cengkrama

Melati ini untukmu, Bungsu
diterakan di atas kanvas dengan cat air
yang mulai mengering
tlah lama tak kulihat laut di celuk matamu
mendaraskan dzikir pada pelepah kelapa yang lugu
hanya kawanan kelekatu mulai mengurai sunyi
dengan sayapnya warna-warni
: senja kita tlah menua kini

(Karawang, Nopember 2006)